TIFFANEWS.COM,– Terkait gonjang-ganjing keabsahan penggunaan ijazah oleh Romanus Mbaraka – calon Bupati Kabupaten Merauke, Provinsi Papua yang pada pesta demokrasi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020 lalu meraih suara terbanyak, Praktisi Hukum (Lawyer) dan Dosen Hukum Universitas Surabaya (Ubaya), Marianus Gaharpung,S.H.M.S berpendapat bahwa polemik terkait keabsahan ijazah itu sangat menarik untuk dikaji dan ditanggapi dari aspek hukum positif.
“Kabar dari Merauke menyatakan bahwa ketika mendaftarkan diri di KPU untuk mengikuti Pilkada Kabupaten Merauke, Romanus antara lain berbekalkan keterangan lulus dari Yayasan Merdeka Manado bahwa yang bersangkutan telah lulus di STISIPOL Merdeka Manado sekaligus membenarkan penggunaan gelar Doktorandus. Dari aspek legalitas, hal ini perlu dicermati secara benar karena yayasan bukanlah lembaga pendidikan, sehingga tidak bisa dan tidak berhak sedikitpun mengeluarkan keterangan kelulusan,” kata Marianus melalui Siaran Persnya di Surabaya, Minggu.
Patut diketahui, lanjut Marianus, di dalam yayasan terdapat berbagai unit usaha, salah satu unit usahanya adalah perguruan tinggi, dan yang boleh atau yang berhak memberikan surat keterangan kelulusan kepada seseorang alumni sekolah yang berada di bawah yayasan tersebut adalah perguruan tinggi itu, bukan diberikan oleh pihak yayasan.
Tugas yayasan adalah mengangkat dosen dan karyawan di dalam lingkungan yayasan serta memberikan kenaikkan pangkat kepada dosen.
Dosen berada di bawah yayasan, tetapi untuk memberikan surat keterangan lulus, itu bukan kewenangan ketua yayasan. Jika hal itu yang dilakukan yayasan maka, berarti yayasan telah bertindak sewenang wenang atau tindakan tanpa wewenang.
“Konsekuensinya adalah surat keterangan tersebut cacat prosedur dan cacat substansi, maka dari itu harus batal demi hukum. Artinya, semua tindakan hukum sebelumnya yang berkaitan dengan pencalonan diduga tidak pernah ada,” tegas Marianus.
Patut diketahui bahwa pada 14 September 2020, Ketua Yayasan Merdeka Manado, Drs A.D.Ewad Frederik, M.Si mengirimkan surat bernomor 340/STISIP/IX/2020 yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum Merauke sebagai jawaban atas Surat KPU Merauke tanggal 11 September 2020, perihal “Mohon Klarifikasi Kebenaran Ijazah”.
“Bahwa yang bersangkutan atas nama Romanus Mbaraka, tempat tanggal lahir Kalilam, 8 April 1969, NIRM 88 220 4125 adalah benar Lulus Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (STISIPOL) Merdeka Manado sekarang sudah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (STISIPOL) Merdeka Manado dan yang bersangkutan mengikuti Ujian Negara dan telah mendapatkan ijazah terlampir,” tulis Ketua yayasan Merdeka Manado itu.
Untuk gelar akademik, lanjutnya, telah diatur sebagaimana dalam Kemendikbud RI Nomor 036/U/1993 Tentang gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi tanggal 9 Februari 1993 sedangkan ijazah yang bersangkutan dikeluarkan tanggal 12 Maret 1993, sehingga dapat kami jelaskan bahwa penggunaan gelar Drs oleh yang bersangkutan masih dibenarkan karena saat itu berada dalam masa transisi.
Sedangkan menyangkut ijasah magister teknik ITB, hal itu sangat mudah ditelusuri keabsahannya di zaman teknologi yang serba canggih ini, apalagi ITB adalah kampus perguruan tinggi yang sangat menjaga kredibilitasnya sehingga tidak sembarang meluluskan seseorang.
Apalagi ijasah harus ada nomor registernya dan dikeluarkan untuk satu tahun kelulusan. Jadi tahun berikut nomor register dalam ijasah lain lagi sehingga jika dalam ijasah tidak ada nomor registernya patut diduga ijasah tersebut diragukan keabsahannya.
Jika diteliti secara lebih mendalam, maka pada foto copy ijazah yang diberikan ITB itu, tidak tercantum foto diri yang bersangkutan padahal lazimnya, ijazah harus disertakan foto diri pemegang ijazah tersebut. Begitu pula, pada copy ijazah tersbeut tidak dicantumkan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) atas nama Romanus Mbaraka. Hal ini harus ditelusuri agar tidak sampai menimbulkan kecurigaan terkait keabsahaan ijazah S2 ITB yang dipegang oleh Romanus Mbaraka.
Oleh karena itu, lanjut Marinaus Gaharpung, pihak-pihak berwajib dalam hal ini KPU wajib bersurat resmi mempertanyakan ijasah atas nama orang yang bersangkutan apakah Romanus Mbaraka adalah alumnus dari magister teknik ITB. Pertanyaan ini pasti akan dijawab dengan surat resmi oleh Pimpinan ITB sendiri.
Jika dugaan penyalahgunaan ijazah ini menjadi benar, maka orang yang menggunakan ijasah tersebut dalam hal ini Romanus Mbaraka diduga dikenakan Pasal 263 KUHP membuat surat palsu dengan ancaman pidana empat tahun dan pasal 266 KUHP menyuruh membuat keterangan palsu dengan ancaman pidana tujuh tahun.
Oleh karena itu, KPU diharapkan jangan dulu tergesa-gesa melantik Romanus Mbaraka menjadi Bupati Kabupaten Merauke karena masih ada dugaan pelanggaran hukum sangat serius yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Upaya penegakkan hukum dan mencari kebenaran atau keabsaan ijazah Romanus Mbaraka dilakukan semata-mata demi terwujudnya keadilan dan rasa adil seluruh rakyat Indonesia khususnya rakyat Kabupaten Merauke atas seluruh proses Pilkada di Tanah Papua.
“Kita harus dapat secara benar dan jujur memberikan pendidikan politik yang benar dan jujur pula kepada masyarakat di Tanah Papua sebagai bagian integral dari mengindonesiakan Papua melalui pesta demokrasi Pilkada di wilayah paling timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Rakyat Papua menilai siapa kita sebenarnya jika kita berbicara dan bertindak adil, jujur dan benar di atas Bumi Cenderawasih ini,” kata Marianus Gaharpung, S.H.M.S. (ade)